Jumat, 31 Januari 2014

telaah kur pai mi

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kurikulum 1984 ini bukan lagi kurikulum yang disusun berdasarkan kemampuan dan kebutuhan belajar sisiwa, tetapi lebih banyak didorong oleh berbagai kepentingan yang berada di luar lingkup pendidikan dasar. Berbagai kepentingan telah masuk dan mempengaruhi muatan kurikulum sehingga kurikulum benar-benar melelahkan siswa. Akibatnya muncul reaksi psikis menolak. Siswa jadi acuh tak acuh terhadap pelajaran.
Pekerjaan rumah dikerjakan sambil lalu dan kesungguhan belajar menjadi mundur. Hal ini muncul sebagai reaksi psikis atas tekanan belajar dan berdisiplin yang di luar batas kewajaran bagi siswa yang berusia semuda itu. Memikul tugas belajar dari demikian banyak buku dan ragam pelajaran dengan sendirinya menimbulkan reaksi jenuh.
Nilai bisa saja tinggi, tetapi fakta hasil belajar semakin rendah. Lebih-lebih ketika jenis tes objektif pilihan ganda merajalela, proses bernalar seolah-olah berhenti.
Pada umumnya, sebelum dilakukan suatu program pendidikan/pelatihan, maka tim pengajar dikumpulkan lebih dulu, kemudian penyelenggara pendidikan akan menjelaskan, apa tujuan dari pendidikan ini, siapa para pesertanya, latar belakang peserta, serta kedalaman dari materi yang akan diajarkan. Sekedar memahami, atau apakah nantinya harus bisa langsung dipraktekkan dilapangan atau seperti apa? Dari sini akan muncul diskusi, jika penyelenggara menginginkan kedalaman materi, yang pesertanya langsung dapat mengaplikasikan dilapangan, diperlukan kriteria para peserta yang dapat ikut pendidikan. Ketidak sesuaian pemahaman, akan membuat hasil pendidikan tak sesuai dengan yang diinginkan, apalagi jika peserta terdiri dari berbagai siswa yang tersebar di seluruh Indonesia, yang selain kendala budaya, juga ketidak seragaman pengetahuan dan kemampuan para peserta untuk menyerap ilmu yang diberikan.
B.    Rumusan Masalah
1.    Jelaskan Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran Ski Pada Madrasah Ibtidaiyah?
2.    Jelaskan Struktur Kurikulum SKI Pada Madrasah Ibtidaiyah?
3.    Bagaimana Beban Belajarnya?
4.    Sebutkan Tujuan SKI di Madrasah Ibtidaiyah?
5.    Jelaskan Ruang Lingkup Mata Pelajaran SKI di Madrasah Ibtidaiyah?
6.    Sebutkan Standar Kompetensi (SK) Dan Kompetensi Dasar (KD) Mata Pelajaran Ski di Madrasah Ibtidaiyah?
7.    Jelaskan Analisis Terhadap Kurikulum Madrasah Ibtidaiyah?
C.    Tujuan
1.    Mahasiawa Mampu Menjelaskan Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran Ski Pada Madrasah Ibtidaiyah.
2.    Mahasiswa Mampu Menjelaskan Struktur Kurikulum SKI Pada Madrasah Ibtidaiyah.
3.    Mahasiswa Mampu Menjelaskan Beban Belajarnya.
4.    Mahasiswa Mampu Menyebutkan Tujuan SKI di Madrasah Ibtidaiyah.
5.    Mahasiswa Mampu Menjelaskan Ruang Lingkup Mata Pelajaran SKI di Madrasah Ibtidaiyah.
6.    Mahasiswa Mampu Menyebutkan Standar Kompetensi (SK) Dan Kompetensi Dasar (KD) Mata Pelajaran Ski di Madrasah Ibtidaiyah.
7.    Mahasiswa Mampu Menjelaskan Analisis Terhadap Kurikulum Madrasah Ibtidaiyah.








BAB II
PEMBAHASAN

A.    Standar Kompetensi Lulusan Mata Pelajaran Ski Pada Madrasah Ibtidaiyah
Standar Kompetensi Lulusan (SKL) mata pelajaran SKI pada Madrasah Ibtidaiyah meliputi: Mengenal, mengidentifikasi, meneladani, dan mengambil ibrah dari sejarah Arab pra- Islam, sejarah Rasulullah SAW, khulafaurrasyidin, serta perjuangan tokoh-tokoh agama Islam di daerah masing-masing.
B.     Struktur Kurikulum SKI Pada Madrasah Ibtidaiyah
Struktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Kedalaman muatan kurikulum pada setiap mata pelajaran pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi yang harus dikuasai peserta didik sesuai dengan beban belajar yang tercantum dalam struktur kurikulum. Kompetensi yang dimaksud terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan berdasarkan standar kompetensi lulusan. Adapun struktur kurikulum Pendidikan Agama Islam pada Madrasah Ibtidaiyah meliputi: Al – Qur’an Hadis, Akidah Akhlak, Fiqih, dan Sejarah Kebudayaan Islam serta tambahan pelajaran Bahasa Arab.
1.    Pembelajaran  pada kelas I s.d. III dilaksanakan melalui pendekatan tematik, sedangkan  pada kelas IV s.d. VI dilaksanakan melalui pendekatan mata pelajaran.
2.    Kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, yang ditentukan oleh satuan pendidikan (madrasah).
3.    Bukan mata pelajaran tetapi harus diasuh oleh guru dengan tujuan memberikan kesempatan peserta didik  untuk mengembangkan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat, dan kondisi satuan pendidikan (madrasah).
4.    Penambahan jam pelajaran.
Kedalaman muatan kurikulum pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi yang terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi dasar pada setiap tingkat dan/atau semester.
C.    Beban Belajar
Beban belajar dirumuskan dalam bentuk satuan waktu yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk mengikuti program pembelajaran melalui sistem tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur. Semua itu dimaksudkan untuk mencapai standar kompetensi lulusan dengan memperhatikan tingkat perkembangan peserta didik.
Kegiatan tatap muka ditetapkan sebagai berikut:
MI selama 35 menit; dengan 29 s.d. 34 jam pembelajaran per minggu
D.    Tujuan SKI di Madrasah Ibtidaiyah
Mata pelajaran ini bertujuan untuk membekali  peserta didik dengan pengetahuan tentang sejarah dan kebudayaan  Islam, mendorong peserta didik untuk mengambil ibrah, nilai dan makna yang terdapat dalam sejarah serta menanamkan penghayatan dan kemauan yang kuat untuk berakhlaq mulia berdasarkan cermatan atas fakta sejarah yang ada.
Sejarah Kebudayaan Islam di MI merupakan salah satu mata pelajaran PAI yang menelaah tentang asal-usul, perkembangan, peranan kebudayaan/peradaban Islam dan para tokoh yang berprestasi dalam sejarah Islam pada masa lampau. Secara substansial, mata pelajaran Sejarah Kebudayan Islam memiliki kontribusi dalam memberikan motivasi kepada peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati sejarah kebudayaan Islam, yang mengandung nilai-nilai kearifan yang dapat digunakan untuk melatih kecerdasan,  membentuk sikap, watak, dan kepribadian peserta didik.
SKI di Madrasah Ibtidaiyah mulai dari sejarah masyarakat Arab pra-Islam, sejarah kelahiran dan kerasulan Nabi Muhammad SAW, sampai dengan masa Khulafaurrasyidin, yang bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan-kemampuan sebagai berikut:
a)    Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya mempelajari landasan ajaran, nilai-nilai dan norma-norma Islam  yang telah dibangun oleh Rasulullah SAW dalam rangka mengembangkan kebudayaan dan peradaban Islam.
b)    Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat yang merupakan  sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa depan.
c)    Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah.
d)    Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap peninggalan sejarah Islam sebagai bukti peradaban umat Islam di masa lampau.
e)    Mengembangkan  kemampuan peserta didik dalam mengambil ibrah dari peristiwa-peristiwa bersejarah (Islam), meneladani tokoh-tokoh berprestasi, dan mengaitkannya dengan fenomena sosial, budaya, politik, ekonomi, iptek dan seni, dan lain-lain untuk mengembangkan kebudayaan dan peradaban Islam.
E.    Ruang Lingkup Mata Pelajaran SKI di Madrasah Ibtidaiyah
Ruang Lingkup SKI di MI, meliputi:
a)    Sejarah masyarakat Arab pra-Islam, sejarah kelahiran dan kerasulan Nabi Muhammad SAW.
b)    Dakwah Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya, yang meliputi kegigihan dan ketabahannya dalam berdakwah, kepribadian Nabi Muhammad SAW, hijrah Nabi Muhammad SAW ke Thaif, peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW.
c)    Peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW ke Yatsrib, keperwiraan Nabi Muhammad SAW, peristiwa Fathu Makkah, dan peristiwa akhir hayat Rasulullah SAW.
d)     Peristiwa-peristiwa pada masa khulafaurrasyidin.
e)    Sejarah perjuangan tokoh agama Islam di daerah masing-masing.
F.    Standar Kompetensi (SK) Dan Kompetensi Dasar (KD) Mata Pelajaran Ski di Madrasah Ibtidaiyah
Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
Kelas III, Semester 1
1.    Mengenal sejarah masyarakat Arab pra- Islam
a.    Menceritakan kondisi alam, sosial, dan  perekonomian masyarakat Arab pra-Islam.
b.    Menjelaskan keadaan adat-istiadat dan kepercayaan masyarakat Arab pra-Islam.
c.    Menjelaskan masa remaja atau masa muda Nabi Muhammad SAW 
d.    Mengambil ibrah dari sejarah masyarakat Arab pra-Islam
Kelas III, Semester 2
2.    Mengenal sejarah kelahiran Nabi Muhammad SAW
a.    Menceritakan kejadian luar biasa yang mengiringi lahirnya Nabi Muhammad SAW.
b.    Menceritakan sejarah kelahiran dan silsilah Nabi Muhammad SAW.
c.    Mengambil ibrah dari kenabian dan kerasulan Muhammad SAW.
Kelas IV, Semester 1
1.    Mengenal dakwah Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya
1.1    Menjelaskan dakwah Nabi Muhammad SAW beserta para sahabatnya.
1.2    Menunjukkan contoh ketabahan Nabi Muhammad SAW beserta para sahabatnya dalam berdakwah.
1.3    Meneladani  ketabahan Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya dalam berdakwah.
2.    Mengenal kepribadian Nabi Muhammad SAW
2.1    Mengidentifikasi  ciri-ciri kepribadian Nabi Muhammad SAW  sebagai rahmat bagi seluruh alam.
2.2    Menunjukkan contoh perilaku yang meneladani kepribadian Nabi Muhammad SAW sebagai rahmat bagi seluruh alam.
2.3    Meneladani  kepribadian Nabi Muhammad SAW  sebagai rahmat bagi seluruh alam.
Kelas IV, Semester 2
3.    Memahami hijrah Nabi Muhammad SAW ke Thaif  dan Habsyah
3.1    Mengidentifikasi sebab-sebab Nabi Muhammad SAW hijrah ke Thaif dan Habsyah.
3.2    Menceritakan peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW ke Thaif dan Habsyah.
3.3    Meneladani  kesabaran Nabi Muhammad SAW dalam peristiwa hijrah ke Thaif dan Habsyah.
4.    Memahami peristiwa Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW
4.1    Mendeskripsikan  peristiwa Isra’-Mi’raj Nabi Muhammad SAW.
4.2    Mengambil hikmah dari peristiwa Isra’-Mi’raj Nabi Muhammad SAW.
Kelas V,  Semester 1
1.    Mengenal peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW ke Yatsrib
1.1    Mengidentifikasi sebab-sebab hijrah Nabi Muhammad SAW ke Yatsrib.
1.2    Menceritakan peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW ke  Yatsrib.
1.3    Mengambil hikmah dari peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW ke Yatsrib.
2.    Memahami keperwiraan Nabi Muhammad SAW
2.1    Mendeskripsikan upaya yang dilakukan Nabi Muhammad SAW dalam membina masyarakat Madinah (sosial, ekonomi, agama, dan pertahanan).
2.2    Meneladani  keperwiraan Nabi Muhammad SAW dalam membina masyarakat Madinah.

Kelas V, Semester 2
3.    Mengenal peristiwa Fathu Makkah
3.1    Mengidentifikasi sebab-sebab terjadinya Fathu Makkah.
3.2    Menceritakan kronologi peristiwa Fathu Makkah.
3.3    . Mengambil ibrah dari peristiwa Fathu Makkah.
4.    Mengidentifikasi peristiwa akhir hayat Rasulullah SAW
4.1    Menceritakan peristiwa-peristiwa di akhir hayat Rasulullah SAW.
4.2    Mengambil hikmah dari peristiwa akhir hayat Rasulullah SAW.
Kelas VI, Semester 1
1.    Mengenal sejarah khalifahAbu Bakar as-Shiddiq
a.    Menjelaskan arti dan tugas khulafaurrasyidin.
b.    Menceritakan silsilah, kepribadian Abu Bakar  as-Shiddiq dan perjuangannya dalam dakwah Islam.
c.    Menunjukkan contoh-contoh nilai-nilai positif dari khalifah Abu Bakar as-Shiddiq.
d.    Meneladani nilai-nilai positif dari kekhalifahan Abu Bakar As Siddiq.
2.    Mengenal sejarah khalifah Umar bin Khattab
a.    Menceritakan silsilah, kepribadian Umar bin Khattab dan perjuangannya dalam dakwah Islam.
b.    Menunjukkan contoh-contoh nilai-nilai positif dari khalifah Umar bin Khattab..
c.    Meneladani nilai-nilai positif dari kekhalifahan Umar bin Khattab.
3.    Mengenal sejarah khalifah Utsman bin Affan
a.    Menceritakan silsilah, kepribadian Utsman bin Affan dan  perjuangannya dalam dakwah Islam.
b.    Menunjukkan contoh-contoh nilai-nilai positif dari khalifah Utsman bin Affan.
c.    Meneladani nilai-nilai positif dari kekhalifahan Utsman bin Affan.
Kelas VI, Semester 2
4.    Mengenal sejarah khalifah Ali bin Abi Thalib
a.    Menceritakan silsilah, kepribadian, dan perjuangan khalifah Ali bin Abi Thalib.
b.    Menunjukkan contoh-contoh nilai-nilai positif dari kekhalifahan Ali bin Abi Thalib.
c.    Meneladani nilai-nilai positif dari kekhalifahan Ali bin Abi Thalib.
5.    Mengenal sejarah perjuangan tokoh agama Islam di daerah masing-masing
a.    Mengidentifikasi tokoh-tokoh agama Islam di daerah masing-masing.
b.    Menceritakan sejarah perjuangan tokoh agama Islam di daerah masing-masing.
c.    Meneladani perjuangan tokoh agama Islam di daerah masing-masing.
G.    Analisis Terhadap Kurikulum Madrasah Ibtidaiyah
Dari kajian kurikulum mata pelajaran SKI pada Madrasah Ibtidaiyah, kami menganalisis dan menghasilakan beberapa analisis yang meliputi:
a)    SKL SKI di Madrasah
Dalam SKL SKI di Madrasah dinyatakan bahwa peserta didik mampu memahami dan mengambil ibrah dari sejarah Arab pra- Islam, dakwah Nabi Muhammad pada periode Makkah dan periode Madinah, masalah kepemimpinan umat setelah Rasulullah SAW wafat.
b)    Struktur Kurikulum
Dalam struktur Kurikulum di Madrasah, mata pelajaran SKI diberikan di MI (mulai kles III –VI), dengan alokasi waktu masing-masing 2 jam pelajaran setiap minggunya.

c)    Beban Belajar
Struktur Kurikulum untuk PAI diberikan 2 jam setiap minggunya bagi seluruh tingkatan. Menurut penulis, Pembelajaran SKI yang diberikan hanya dua jam pelajaran setiap semesternya, hal ini dirasa kurang memiliki waktu yang tepat apabila kita hubungkan dengan tujuan pembalajaran materi SKI yang tidak hanya sebagai proses transformasi pengetahuan mengenai data dan peristiwa masa lalu, tetapi juga tranformasi nilai-nilai yang perlu diteladani oleh anak didik.
Oleh karena itu, sebagai seorang guru kita dituntut untuk mensiasati hal tersebut bagaimana caranya agar pembelajaran SKI dapat lebih bermakna walaupun hanya dalam waktu yang sempit. Menurut penulis, ada beberapa langkah yang bisa dilakukan, antara lain;
1)    meningkatkan penguasaan materi sejarah kebudayaan Islam. Bagaimanapun, pembelajaran SKI tidak bisa lepas dari detail materi, misalnya waktu, tokoh, tempat, dan pertistiwa, meskipun pembelajaran SKI tidak hanya berhenti pada materi. Penguasaan materi secara mendalam akan membantu kita sebagai guru untuk memberikan pemahaman komprehensif terhadap anak didik.
2)    Guru hendaknya memahami lebih dahulu tentang nilai-nilai kehidupan yang terkandung dalam materi yang akan diajarkan, baru kemudian diajarkan kepada anak didik, sehingga mereka mampu menghayati dan meneladani dalam kehidupan mereka sehari-hari. Oleh karena itu, pemilihan metode yang tepat menjadi hal yang sangat penting.
d)    SK-KD PAI di MI
Menurut penulis, SK-KD Materi SKI di MI terlihat periodesasi Sejarah Kebudayaan Islam secara umum sudah terakomodir dimulai sejak masa kalahiran dan pertumbuhan Islam (kelahiran Nabi, perjuangan beliau menyebarkan Islam hingga wafat, dan masa Khulfaurrasyidin).
e)    Tujuan SKI di Madrasah Ibtidaiyah
Adapaun tujuan tersebut adalah membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya mempelajari landasan ajaran Islam, pentingnya waktu dan tempat, melatih daya kritis dalam memahami fakta sejarah, menumbuhkan apresiasi dan penghargaan terhadap peninggalan sejarah Islam, serta mengembangkan  kemampuan dalam mengambil ibrah dari peristiwa-peristiwa bersejarah (Islam).
Menurut penulis, tujuan dan manfaat paling mendasar dari pembelajaran SKI adalah menjadikan persitiwa masa lalu yang telah terjadi sebagai uswah hasanah dan ’ibrah. Tujuan dan manfaat tersebut baru dapat diwujudkan jika pembelajaran SKI tidak hanya sebagai proses transformasi pengetahuan mengenai data dan peristiwa masa lalu, tetapi juga tranformasi nilai-nilai yang perlu diteladani oleh anak didik. Mempelajari SKI pada dasarnya bukan sekedar menghafal data dan fakta masa lalu tentang perjalanan Islam, namun yang lebih penting adalah memaknai data tersebut untuk kepentingan sekarang. Karena itu, tugas kita selaku pendidik   bukan sekedar mewajibkan kepada peserta didik untuk menghafal sebanyak-banyaknya peristiwa sejarah kebudayaan Islam, namun bagaimana kita kaitkan berbagai data sejarah itu dengan permasalahan peserta didik dan masalah masyarakat saat ini. Kalau hal ini kita lakukan, maka sebenarnya kita sudah berupaya melakukan rekonstruksi masa lalu untuk kepentingan sekarang, bukan untuk kepentingan masa lalu.
Oleh karena itu dalam pembelajaran SKI, sebagai seorang guru, hendaknya kita senantiasa:
1)    Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya mempelajari landasan ajaran, nilai-nilai dan norma-norma Islam  yang telah dibangun oleh Rasulullah saw dalam rangka mengembangkan kebudayaan dan peradaban Islam.
2)    Membangun kesadaran peserta didik tentang pentingnya waktu dan tempat yang merupakan  sebuah proses dari masa lampau, masa kini, dan masa depan.
3)    Melatih daya kritis peserta didik untuk memahami fakta sejarah secara benar dengan didasarkan pada pendekatan ilmiah. Menumbuhkan apresiasi dan penghargaan peserta didik terhadap peninggalan sejarah Islam sebagai bukti peradaban umat Islam di masa lampau. 
4)    Mengembangkan  kemampuan peserta didik dalam mengambil ibrah dari peristiwa-peristiwa bersejarah (Islam), meneladani tokoh-tokoh berprestasi, dan mengaitkannya dengan fenomena sosial, budaya, politik, ekonomi, iptek dan seni, dan lain-lain untuk mengembangkan kebudayaan dan peradaban Islam.
f)    SK-KD SKI di Madrasah
Dalam SK-KD SKI di Madrasah, penulis melihat bahwa penjabaran KD dari SK sudah cukup baik, di dalamnya tidak hanya terdapat upaya yang mencerminkan transfer of knowledge semata, tetapi sudah tergambar upaya transfer of value yakni melalui kalimat: mengambil ibrah dari... atau meneladani tokoh...
Dengan demikian, menurut penulis, sejarah apabila dilihat sebagai sebuah peristiwa, masa lalu tidak akan terulang. Tetapi dari sudut nilai dan pesan, sejarah akan selalu hidup. Oleh karena itu,  jika belajar SKI hanya berhenti pada data mengenai peristiwa masa lalu, maka nilai dan kebermaknaannya bagi kehidupan sekarang tidak akan pernah dirasakan, sehingga sangat mungkin peserta didik  akan merasa bosan dan tidak memperoleh manfaat.  Oleh karena itu dalam pembelajaran SKI, selain sebagai seorang guru, kita juga harus menjadi sejarawan yang mampu melakukan rekonstruksi masa lalu untuk kepentingan masa kini sesuai dengan persoalan yang berkembang di masyarakat dan kepentingan anak didik. Sejarah Kebudayaan Islam adalah catatan masa lalu tentang cara berfikir dan berbuat masyarakat Islam yang terefleksi dalam semangat hidup dan perilaku dengan didukung oleh bukti-bukti yang valid dan dapat diuji. Bukti-bukti ini didasarkan kepada sumber sejarah Islam baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Sumber tertulis dapat berupa dokumen dan manuskrip, sedangkan sumber tidak tertulis seperti sumber lisan, artefak, relief, monumen dan sebagainya. Kedua sumber tersebut dapat digunakan sebagai dasar memahami dan merekonstruksi sejarah kebudayaan Islam.
Jika problem di satu masyarakat berbeda dengan masyarakat yang lain, maka berarti rekonstruksi sejarah tentu berbeda. Inilah yang disebut dengan memaknai sejarah.




























BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.    Standar Kompetensi Lulusan (SKL) mata pelajaran SKI pada Madrasah Ibtidaiyah meliputi: Mengenal, mengidentifikasi, meneladani, dan mengambil ibrah dari sejarah Arab pra- Islam, sejarah Rasulullah SAW, khulafaurrasyidin, serta perjuangan tokoh-tokoh agama Islam di daerah masing-masing.
2.    Struktur kurikulum merupakan pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran.
3.    Beban belajar dirumuskan dalam bentuk satuan waktu yang dibutuhkan oleh peserta didik untuk mengikuti program pembelajaran melalui sistem tatap muka, penugasan terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur.
4.    SKI bertujuan untuk membekali  peserta didik dengan pengetahuan tentang sejarah dan kebudayaan  Islam, mendorong peserta didik untuk mengambil ibrah, nilai dan makna yang terdapat dalam sejarah serta menanamkan penghayatan dan kemauan yang kuat untuk berakhlaq mulia berdasarkan cermatan atas fakta sejarah yang ada.
5.    Ruang Lingkup SKI di MI, meliputi; Sejarah masyarakat Arab pra-Islam, Dakwah Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya, peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW ke Yatsrib, peristiwa-peristiwa pada masa khulafaurrasyidin dan Sejarah perjuangan tokoh agama Islam di daerah masing-masing.
B.    Saran
Dengan menganalisis terlebih dahulu maka kita dapat memahami dan meneladani serta mampu mengembil ibrah dari peristiwa-peristiwa bersejarah islam.


DAFTAR PUSTAKA

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) MI Pesantren Pembangunan Cibeunying Majenang Tahun Pelajaran 2011-2012.
http//:/permendiknas-no-22-23-th-2006.html
http//:/makalah-pembelajaran-ski-mi.html

Mawaris

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Islam menganjurkan, supaya pemeluk-pemeluknya mempelajari segala macam ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan duniawi dan ukhrawi. Dari sekian banyak ilmu, yang tidak kurang pentingnya untuk dipelajari adalah ilmu faraidh (pembagian harta warisan). Rasulullah bersabda :
تَعَلَّمُوْاالْفَرَائِضَ وَعَلِمُوْهَا النَّاسَ فَإِنِّى امْرُؤٌمَقْبُوْضٌ وَاِنَّ الْعِلْمَ سَيُقْبَضُ وَتَظْهَرُالْفِتَنُ حَتَّى يَخْتَلِفَ اِثْنَانِ فِى الْفَرِيْضَةِ فَلاَ يَجِدَانِ مَنْ يَقْضِى بَيْنَهُمَا ( رواه الحاكم )
“Pelajarilah ilmu faraidh (pembagian harta warisan) dan ajarkan kepada manusia. Sesungguhnya aku seorang manusia yang bakal dicabutnya waktu dan ilmu itupun akan turut tercabut pula.Bakal lahirlah nanti fitnah-fitnah, sehingga terjadilah perselisihan antara dua orang mengenai warisan, maka tidak didapatinya orang yang akan memberikan putusan (mengenai perselisihan yang terjadi) di antara keduanya” (H.R. Hakim ) .
Adapun tujuan utama mempelajari faraidh adalah, agar kita dapat mengetahui dengan sebenar-benarnya tentang pembagian warisan yang berhak, sehingga tidak sampai terjadi seseorang mengambil hak orang lain dengan cara yang tidak halal. Sebab, apabila seseorang telah meninggal dunia, maka harta peninggalannya telah terlepas dari pada hak miliknya dan berpindah menjadi milik orang lain yaitu orang yang menjadi ahli warisnya.
Sebelum harta peninggalan itu dibagi-bagikan, statusnya masih tetap menjadi hak milik bersama dari ahli waris. Kadang-kadang di antara ahli waris itu, terdapat anak-anak yatim. Jadi dengan adanya pembagian harta warisan menurut ketentuan Agama Islam, selamatlah orang dari kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi, yaitu mengambil dan memakan hak dan milik orang lain dan anak-anak yatim dengan jalan yang tidak halal.
Di samping itu, kita tentu telah mendengar ataupun melihat dengan mata kepala sendiri, bahwa perselisihan sering terjadi di antara orang bersaudara, disebabkan pembagian harta warisan. Bahkan perselisihan tersebut, ada yang membawa kepada permusuhan bahkan pembunuhan. Perselisihan dan permusuhan bahkan dapat diatasi, apabila ada pengetahuan mengenai pembagian harta warisan itu dan adanya kesadaran untuk menjalankan ajaran-ajaran agama Islam.
B.    Rumusan Masalah
1.    Jelaskan Definisi Mawaris ?
2.    Konsep Mawaris ?
3.    Bagaimana Permasalahan dalam Mawaris ?
C.    Tujuan
1.    Mahasiswa Dapat Menjelaskan Definisi Mawaris.
2.    Mahasiswa Dapat Mengetahui Konsep Mawaris.
3.    Mahasiswa Dapat Menyebutkan Permasalahan dalam Warisan.
















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Mawaris
Dari segi bahasa, kata mawaris (موارث) merupakan bentuk jamak dari kata مِيْرَاثٌ  artinya harta yang diwariskan. Secara istilah, berarti ilmu tentang pembagian harta peninggalan setelah seseorang meninggal dunia. Ilmu mawaris disebut juga ilmu faraidh  (فَرَائِضِ). Kata faraidh dari segi bahasa merupakan bentuk jamak dari  فَرِيْضَةٌ  yang berarti ketentuan, bagian atau ukuran.
Dengan demikian, ilmu ini dinamakan ilmu mawaris karena mempelajari tentang ketentuan-ketentuan pembagian harta pusaka bagi ahli waris menurut hukum Islam. Disebut ilmu faraidh karena membahas ketentuan-ketentuan atau bagian-bagian yang telah ditentukan terhadap masing-masing ahli waris. Sebagaimana definisi faraidh di bawah ini :
وَاَمَّافِى الشَّرْعِ فَالْفَرْضُ نَسِيْبٌ مُقَدَّرٌشَرْعًالِمُسْتَحِقِّهِ
“Adapun ilmu faraidh menurut syara’ adalah bagian tertentu yang telah ditetapkan oleh syara’ bagi yang berhak ( ahli waris ).
Orang yang meninggal dunia (yang mewariskan) disebut Al Muwaris (اَلمُوَرِّثْ) bentuk jamaknya اَلمُوَرِّثُوْنَ  sedangkan ahli warisnya (yang mewarisi) disebut Al Waris  اَلوَارِثْ ) (  bentuk jamaknya  اَلْوَارِثُوْنَdan harta peninggalan atau harta  pusakanya disebut Al Mirats اَلْمِيْرَاثْ  atau al irst الآِرْثٌ .
Ada beberapa Istilah dalam Fiqh Mawaris yang berkaitan dengan ilmu faraidh antara lain :
1.    Waris, adalah ahli waris yang berhak menerima warisan. Ada ahli waris yang dekat hubungan kekerabatannya tetapi tidak menerima warisan, dalam fiqih ahli waris semacam ini disebut dzawil  arham.  Waris bisa timbul karena hubungan darah, karena hubungan perkawinan dan karena akibat memerdekakan hamba.
2.    Muwaris, artinya orang yang mewarisi harta peninggalannya, yaitu orang yang meninggal dunia, baik meninggal secara hakiki atau secara taqdiry (perkiraan), atau melalui keputusan hakim.  Seperti orang yang hilang (al mafqud) dan tidak diketahui kabar berita dan domisilinya. Setelah melalui persaksian atau tenggang waktu tertentu hakim memutuskan bahwa ia telah dinyatakan meninggal dunia.
3.     Al Irs, artinya harta warisan yang siap dibagi oleh ahli waris sesudah diambil untuk kepentingan pemeliharaan jenazah (tajhiz al janazah), pelunasan utang, serta pelaksanaan wasiat.
4.    Warasah, yaitu harta warisan  yang telah diterima oleh ahli waris. Ini berbeda dengan harta pusaka yang di beberapa daerah tertentu tidak bisa dibagi, karena menjadi milik kolektif semua ahli waris.
5.     Tirkah, yaitu semua harta peninggalan orang yang meninggal dunia sebelum diambil untuk kepentingan pemeliharaan jenazah, pembayaran utang, dan pelaksanaan wasiat.
B.    Konsep mawaris
Konsep keadilan dalam fiqih mawaris ini karena dilatar belakangi oleh tidak samanya bagian – bagian yang diterima oleh masing-masing ahli waris terhadap harta milik pewaris, setelah dia meninggal dunia. Tidak jarang, karena tidak samanya kadar pembagian itu banyak menyebabkan terjadinya perselisihan-perselisihan antara ahli waris yang satu dengan ahli waris yang lain. Bukan hanya itu, naasnya lagi tidak jarang antara ahli waris bisa saling membunuh saudaranya dikarenakan jumlah kadar yang diterima ahli waris itu tidak seimbang dengan ahli waris yang lain. Ahli waris melakukan tindakan itu dikarenakan rasa ketidakadilan yang dia terima dalam pembagian harta warisan.
Sebagai hukum agama yang bersumber pada wahyu Allah yang disampaikan oleh Nabi Muhammad, fiqih mawaris (Hukum Kewarisna) mengandung berbagai azas yang dalam beberapa hal berlaku pula dalam hukum kewarisan yang bersumber dari akal manusia. Disamping itu dalam hal tertentu mempuyai corak tersendiri, berbeda dengan hukum kewarisan yang lain. Berbagai azas hukum ini memperlihatkan bentuk karakteristik dalam hukum kewarisan itu sendiri. Azas ini terdiri dari:
1.    Azas Ijbari
Secara leksikal azas ini mengandung arti paksaan (compulsory), yaitu melakukan sesuatu diluar kehendak sendiri. Dalam artian hukum kewarisan mengandung arti bahwa peralihan harta itu terjadi dengan sendirinya menurut ketentuan Allah S.W.T tanpa tergantung pada kehendak pewaris. Mengenai ketentuan azas ijbari ini didasari oleh ketentuan firman Allah S.W.T dalam surah an-Nisa ayat 7.
Adanya azas ijbari dalam hukum kewarisan menurut Zainuddin Ali dapat dilihat dari beberapa segi:
a.    Dari pengalihan harta yang pasti terjadi setelah orang meninggal dunia. Hal ini dapat dilihat dari al-Qur’an surah an-Nisa ayat 7 yang menjelaskan bahwa laki –laki dan perempuan ada bagian warisan harta dari peninggalan ibu, bapak, dan keluarga dekatnya.
b.    Jumlah harta yang sudah ditentukan masing-masing ahli waris. Hal ini tercermin dari kata-kata mafrudhan yang makna asalnya adalah ditentukan atau diperhitungkan.
c.    Kepastian menerima harta peninggalan, yakni mereka yang mempunyai hubungan kekerabatan dan ikatan perkawinan dengan pewaris seperti yang dirinci dalam surah an-Nisa ayat 11,12,176. Rincian ahli waris dan pembagiannya yang sudah pasti itu, tidak ada sesuatu kekuasaan manusiapun yang dapat merubahnya.
2.     Azas Bilateral
Azas Bilateral berarti harta warisan beralih kepada ahli waris melalui dua jalur yaitu jalur laki –laki dan perempuan. Hal ini setiap orang berhak menerima harta dari kedua belah pihak garis keturunan tersebut. Azas ini didapatkan setelah digali keseluruhan ayat –ayat hukum mengenai kewarisan yang terdapat dalam al-Qur’an yaitu surah an-Nisa. Ayat ini dapat dipahami bahwa setiap laki-laki berhak mendapat harta peninggala dari pihak ayah dan ibu dan kerabatnya. Begitu juga sebaliknya perempuan berhak mendapat harta dari pihak ayah dan ibu dan kerabatnya sedikit atau banyak.
3.     Azas Individual
Hukum Islam mengajarkan azas kewarisan secara individual. Artinya harta warisan dapat dibagi –bagi untuk dimiliki secara perorangan. Masing-masing ahli waris menerima bagiannya tersendiri tanpa terikat dengan ahli waris yang lain.
Azas individual dalam kewarisan ini didapati setelah meneliti keseluruhan ayat yang menyangkut tentang kewarisan. Diantaranya terdapat dalam surah an –Nisa ayat 7. 
Dari ayat diatas secara garis besar menjelaskan bahwa laki –laki maupun perempuan berhak menerima warisan dari orang tua dan karib kerabatnya, terlepas dari jumlah harta tersebut, dengan bagian yang telah ditentukan.
4.    Azas keadilan Berimbang
Kata adil merupakan kata bahasa Indonesia yang berasal dari kata al –Adlu(العدل) . Kata ini disebutkan dalam al-Qur’an lebih dari 28 kali. Dalam azans keadilan pada hukum kewarisan secara sadar dapat dikatakan bahwa laki –laki maupun perempuan sama –sama berhak tampil sebagai ahli waris yang mewarisi harta peninggalan si pewaris.
Dalam surah an-Nisa ayat 7 dinyatakan baik laki-laki maupun perempuan sama mempunyai hak yang sama dalam hukum kewarisan Islam. Hanya saja dalam surah an-Nisa ayat 11 diatur bahwa anak laki –laki mendapat dua kali bagian dari anak perempuan.
5.    Azas semata akibat kematian
Azas semata akibat kematian dalam hukum Islam berarti kewarisan itu ada kalau ada yang meninggal dunia. Azas ini berarti harta seseorang tidak dapat beralih kepada orang lain (keluarga) dengan nama waris selama yang mempunyai harta masih hidup. Juga berarti bahwa segala bentuk peralihan harta seseorang yang masih hidup baik secara langsung maupun terlaksana setelah ia mati, tidak termasuk kedalam istilah kewarisan menurut hukum Islam. Azas kewarisan akibat kematian ini dapat digali dari penggunaan kata –kata waratsa yang banyak terdapat dalam al-Qur’an: Surah al-Baqarah ayat 233, Surah an-Nisa ayat 11 dan Surah an-Nisa ayat 12.
C.    Permasalahan dalam Mawaris
1.    Klasifikasi Ahli Waris
Ahli waris adalah orang-orang yang berhak menerima bagian dari harta warisan. Ahli waris tersebut adalah baik laki-laki mapun perempuan, baik yang mendapatkan bagian tertentu (Dzawil Furudh), maupun yang mendapatkan sisa (Ashabah), dan yang terhalang (Mahjub) maupun yang tidak. Ditinjau dari sebab-sebab seseorang menjadi ahli waris, dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a.    Ahli waris Sababiyah
Yaitu orang yang berhak menerima bagian harta warisan karena hubungan perkawinan dengan orang yang meninggal yaitu suami atau istri.
b.    Ahli waris Nasabiyah
Yaitu orang yang berhak menerima bagian harta warisan karena hubungan nasab atau  pertalian darah dengan orang yang meninggal. Ahli waris nasabiyah ini dibagi menjadi tiga kelompok yaitu :
a)    Ushulul Mayyit, yang terdiri dari bapak, ibu, kakek, nenek, dan seterusnya ke atas (garis keturunan ke atas).
b)    Al Furu’ul Mayyit, yaitu anak, cucu, dan seterusnya sampai ke bawah (garis keturunan ke bawah).
c)    Al Hawasyis, yaitu saudara paman, bibi, serta anak-anak mereka (garis keturunan ke samping) Dari segi jenis kelamin, ahli waris, dibagi menjadi ahli waris laki-laki dan ahli waris perempuan.
Selanjutnya, jika seluruh ahli waris ada baik laki-laki maupun perempuan yang mendapat bagian adalah suami/istri, Bapak/ibu dan anak ( laki-laki dan perempuan ).
2.     Furudhul Muqadzara
Furudzul Muqaddarah adalah bagian-bagian tertentu yang telah ditetapkan Al-Qur’an bagi ahli waris tertentu juga.
3.    Dzawil Furud
Dzawil Furudh adalah orang-orang dari ahli waris yang mendapatkan bagian tertentu sebagaimana tersebut di atas, disebut juga Ashabul Furudh.
4.    Ashabah
Menurut bahasa ashabah adalah bentuk jamak dari ”Ashib” yang artinya mengikat, menguatkan hubungan kerabat/nasab. Menurut syara’ ’ashabah adalah ahli waris yang bagiannya tidak ditetapkan tetapi bisa mendapat semua harta atau sisa harta setelah harta dibagi kepada ahli waris dzawil furudz.
Ahli waris yang menjadi ’ashabah kemungkinan mendapat seluruh harta, karena tidak ada ahli waris dzawil furudh, akan mendapat sebagaian sisa ketika ia bersama ahli waris dzawil furudh, atau bahkan tidak mendapatkan sisa sama sekali karena sudah habis dibagikan kepada ahli waris dzawil furudh.
Di dalam istilah ilmu faraidh, macam-macam ‘ashabah ada tiga yaitu :
a.    ‘Ashabah Binnafsi yaitu menjadi ‘ashabah dengan sebab sendirinya, tanpa disebabkan oleh orang lain.
Apabila semua ‘ashabah-‘ashabah ada, maka tidak semua ‘ashabah mendapat bagian, akan tetapi harus didahulukan orang-orang (‘ashabah-‘ashabah) yang lebih dekat pertaliannya dengan orang yang meninggal itu.
Jika ahli waris yang ditinggalkan terdiri dari anak laki-laki dan anak perempuan, maka mereka mengambil semua harta ataupun semua sisa. Cara pembagiannya ialah, untuk anak laki-laki mendapat dua kali lipat bagian anak perempuan.
b.    ‘Ashabah Bilgha’ir yaitu anak perempuan, cucu peremuan, saudara perempuan seayah, yang menjadi ashabah jika bersama saudara laki-laki mereka masing-masing ( ‘Ashabah dengan sebab terbawa oleh laki-laki yang setingkat ).
Jika ahli waris yang ditinggalkan dua orang saudara atau lebih, maka cara membaginya ialah, untuk saudara laki-laki dua kali lipat saudara perempuan.
c.    ‘Ashabah Ma’algha’ir ( ‘ashabah bersama orang lain ) yaitu ahli waris perempuan yang menjadi ashabah dengan adanya ahli waris perempuan lain.
5.      Hijab
Hijab adalah penghapusan hak waris seseorang, baik penghapusan sama sekali ataupun pengurangan bagian harta warisan karena ada ahli waris yang lebih dekat pertaliaannya ( hubungannya ) dengan orang yang meninggal.Oleh karena itu hijab ada dua macam, yaitu;
a.    حِجَابْ حِرْمَانِ (hijab hirman) yaitu penghapusan seluruh bagian , karena ada ahli waris yang lebih dekat hubungannya dengan orang yang meninggal itu. Contoh cucu laki-laki dari anak laki-laki, tidak mendapat bagian selama ada anak laki-laki.
b.     حِجَابْ نُقْصَانْ (hijab nuqshon) yaitu pengurangan bagian dari harta warisan, karena ada ahli waris lain yang bersama-sama dengan dia. Contoh : ibu mendapat 1/3 bagian, tetapi yang meninggal itu mempunyai anak atau cucu atau beberapa saudara, maka bagian ibu berubah menjadi 1/6.
Dengan demikian ada ahli waris yang terhalang (tidak mendapat bagian) yang disebut مَحْجُوْبٌ حِرْمَانِ(mahjub hirman), ada ahli waris yang hanya bergeser atau berkurang bagiannya yang disebut  مَحْجُوْبٌ نُقْصَانْ(mahjub nuqshan) Ahli waris  yang terakhir ini tidak akan terhalang meskipun semua ahli waris ada, mereka tetap akan mendapat bagian harta warisan meskipun dapat berkurang. Mereka adalah ahli waris dekat yang disebut  الاَقْرَبُوْنَ  (Al Aqrabun) mereka terdiri dari : Suami atau istri, Anak laki-laki dan anak perempuan, Ayah dan ibu.

Ahli waris yang terhalang :
Berikut di bawah ini ahli waris yang terhijab atau terhalang oleh ahli waris yang lebih dekat hubungannya dengan yang meninggal adalah :
a)    Kakek (ayah dari ayah) terhijab/terhalang oleh ayah. Jika ayah masih hidup maka kakek tidak mendapat bagian.
b)    Nenek (ibu dari ibu) terhijab /terhalang oleh ibu
c)    Nenek dari ayah, terhijab/terhalang oleh ayah dan juga oleh ibu
d)    Cucu dari anak laki-laki terhijab/terhalang oleh anak laki-laki
e)    Saudara kandung laki-laki terhijab/terhalang oleh :
1.    anak laki-laki
2.     cucu laki-laki dari anak laki-laki
3.     Ayah dll.
Masalah-masalah Tertentu dalam Pembagian Warisan
a.    Masalah Gharawain
Gharawain menurut bahasa adalah dua perkara yang sudah jelas, yakni dua masalah yang sudah jelas dan terkenal di kalangan ulama. Masalah gharawain hanya terjadi apabila ahli waris yang ditinggalkan pewaris hanya terdiri atas ibu, bapak dan suami atau istri. Masalah gharawain merupakan hasil pemikiran Umar ra. Masalah gharawain pada prakteknya memang jarang terjadi. Masalah ini lebih terkenal dengan sebutan umariyatain, atau garibatain. Disebut demikian karena sangat jarang terjadi.
Mengenai warisan gharawain, para fuqaha berpendapat sebagaimana yang dikemukakan Umar ra. yaitu memberikan bagian untuk ibu sebesar 1/3 sisa harta peninggalan setelah dikurangi bagian suami atau istri.
Masalah gharawain terjadi jika ahli waris terdiri dari suami atau istri, ibu dan ayah. Dalam hal ini ibu tidak mendapat 1/3 dari keseluruhan harta sebagaimana ketentuan QS. An-Nisa ayat 11. Tetapi  ibu memperoleh 1/3 dari sisa setelah diambil oleh bagian suami atau istri.
         Kata gharawain sendiri berarti dua bintang yang cemerlang.  Yang memutuskan masalah ini adalah Umar bin Khattab dan mendapat dukungan mayoritas sahabat.
b.    Masalah Musyarakah
Musyarakah adalah bergabungnya ahli waris yang tidak mendapatkan bagian harta, kepada ahli waris lain yang mendapat bagian harta warisan. Masalah musyarakah terjadi jika ahli waris terdiri dari suami, ibu atau nenek perempuan, dua orang saudara seibu atau lebih dan saudara laki-laki kandung seorang atau lebih. Pada kaidah umum bahwa dua sdr. laki-laki sekandung menjadi ashabah binnafsi. Namun karena tidak mendapat sisa harta, karena telah dihabiskan ahli waris dzawil furudh, maka sdr. laki-laki sekandung bergabung dengan sdr. seibu atas nama saudara seibu dengan mendapatkan bagian 1/3. Masalah musyarakah ini terkenal pula dengan Umariyah karena masalah musyarakah merupakan putusan (Umar bin Khattab ra.)
c.      Masalah Akdariyah
Masalah akdariyah adalah kelanjutan dari masalah bertemunya kakek dan saudara dalam satu kelompok ahli waris. Dalam kasus waris akdariyah, semua ahli waris ditambah dengan suami yang menyebabkan bagian bersama kakek, saudara perempuan, dan ibu semakin kecil. Dalam masalah ini pula patut dipertimbangkan agar kakek tidak mendapatkan yang kecil.
 Masalah akdariyah terjadi jika ahli waris terdiri dari : suami, ibu, kakek dan seorang saudara perempuan kandung. Menurut pembagian di atas, kakek mendapat 1 bagian, sedangkan saudara perempuan sekandung mendapat 3 bagian. Menurut pembagian akdariyah yaitu pendapat Zaid bin Tsabit, bagian kakek ( 1 bagian ) dan bagian saudara kandung ( 3 bagian ) dijadikan satu yaitu ( 4 bagian ) dibagi bersama dengan ketentuan laki-laki mendapat 2 kali bagian perempuan.

d.    Munasakhah
Sering terjadi dalam suatu kasus warisan bahwa sebelum harta warisan dibagi kepada ahli waris, tiba- tiba tersusul oleh kematian salah seorang ahli waris lain dan seterusnya.
Kejadian tersebut berakibat bahwa hak waris atau warisan yang belum diterima itu pindah menjadi hak ahli warisnya. Perpindahan hak waris seseorang yang belum diterima kepada ahli warisnya itu disebut munasakhah.
e.    Takharuj (Tashalul)
Apabila para ahli waris mengadakan perdamaian dengan jalan mengeluarkan sebagian ahli waris dari haknya atas bagian warisan dengan imbalan menerima sejumlah harta tertentu, dari harta warisan atau harta lain, disebut takhruj atau tashalul.
f.    Pembagian Warisan dengan Cara Wasiat
Sering terjadi bahwa seorang yang akan meninggal memanggil ahli warisnya untuk menyampaikan pesan terakhir/wasiat agar sepeninggalnya nanti, harta warisannya dibagi dengan cara tertentu.
g.    Hibah Yang Diperhitungkan Sebagai Warisan
Dalam hukum adat di jawa, banyak dilakukan orang bahwa apabila seorang anak sudah berumah tangga dan akan mendirikan kehidupan rumah tangga sendiri, terpisah dari orang tuanya, kepadanya diberikan barang untuk modal hidupnya. Kelak barang pemberian itu diperhitungkan sebagai warisan.
h.     Gana – Gini
Harta kekayaan keluarga berasal dari kerja yang dilakukan baik oleh suami maupun istri.
i.    Shadaqah Jariyah Atas Nama Pewaris
Dibolehkan ahli waris menyisihkan sebagaian harta warisan dengan maksud untuk shadaqah jariyah atas nama pewaris misalnya; untuk membantu pembangunan masjid, sekolah, ruma sakit dll.

j.    Sumbangan Kematian
Sumbangan kematian itu bertujuan untuk meringankan beban keluarga dalam menyelenggarakan pemakaman jenazah. Jika ternyata terdapat kelebihan dari biaya pemakaman jenazah, kelebihan itu digabungkan kepada harta peninggalan si mayit. 


























BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan;
Dari segi bahasa, kata mawaris (موارث) merupakan bentuk jamak dari kata مِيْرَاثٌ  artinya harta yang diwariskan. Secara istilah, berarti ilmu tentang pembagian harta peninggalan setelah seseorang meninggal dunia.
Konsep keadilan dalam fiqih mawaris ini karena dilatar belakangi oleh tidak samanya bagian – bagian yang diterima oleh masing-masing ahli waris terhadap harta milik pewaris, setelah dia meninggal dunia.
Berbagai azas hukum ini memperlihatkan bentuk karakteristik dalam hukum kewarisan itu sendiri. Azas ini terdiri dari:
1.    Azas Ijbari
2.    Azas Bilateral
3.    Azas Individual
4.    Azas keadilan Berimbang
5.    Azas semata akibat kematian
Permasalahan dalam Mawaris
1.    Klasifikasi Ahli Waris
2.    Furudhul Muqadzara
3.    Dzawil Furud
4.    Ashabah
5.    Hijab
Masalah-masalah Tertentu dalam Pembagian Warisan
1.    Masalah Gharawain
2.    Masalah Musyarakah
3.    Masalah Akdariyah
4.    Munasakhah
5.    Takharuj (Tashalul)
6.    Pembagian Warisan dengan Cara Wasiat
7.    Hibah Yang Diperhitungkan Sebagai Warisan
8.    Gana – Gini
9.    Shadaqah Jariyah Atas Nama Pewaris
10.    Sumbangan Kematian
B.    Saran
Kita diwajibkan mempelajari faraid dan mengajarkannya kepada orang lain. Karena faraid adalah setengah ilmu dan mudah dilupakan orang serta merupakan ilmu yamng pertama kali akan hilang dari umat nabi (HR. Ibnu Majah dan Addaraqhuthni).






















DAFTAR PUSTAKA

http\\:artikel-2020-konsep-keadilan-dalam-fiqih-mawaris.html
http\\:hukum mawaris _ fiqihituindah.htm
Basyir, Ahmad Azhar, 2001, Hukum Waris Islam, Yogyakarta: UII Press.







BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Banyak alat atau instrumen yang dapat digunakan dalam kegiatan evaluasi. Salah satunya adalah tes. Istilah tes hanya populer di lingkungan persekolahan, tetapi juga diluar sekolah bahkan dimasyarakat umum. Kita sering mendengar istilah tes kesehatan, tes olahraga, tes makanan, tes kendaraan, dan lain-lain. Disekolah juga sering kita dengar istilah pretes, protes, tes formatif, tes sumatif, dan sebagainya. Disekolah, tes ini sering juga disebut dengan tes prestasi belajar. Tes ini banyak digunakan untuk mengukur prestasi belajar peserta didik dalam bidang kognitif, seperti pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Penggunaan tes dalam dunia pendidikan sudah dikenal sejak dahulu kala, sejak orang mengenal pendidikan itu sendiri. Artinya, tes mempunyai makna tersendiri dalam dunia pendidikan, khususnya dalam pembelajaran. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai “Pengembangan Instrumen Evaluasi Jenis Tes”.
B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan tinjauan yang diajukan diatas, maka diajukan rumusan masalah sebagai berikut:
1.    Jelaskan Pengertian Tes ?
2.    Sebutkan Jenis – Jenis Test dan Cara Pengembangannya ?
C.    Tujuan
1.    Mahasiswa dapat menjelaskan pengertian test.
2.    Mahasiswa Dapat Mengetahui  Jenis – Jenis Test dan Cara Pengembangannya.




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Test
Tes secara sederhana dapat diartikan sebagai himpunan pertanyaan yang harus dijawab, pernyataan-pernyataan yang harus dipilih/ditanggapi, atau tugas-tugas yang harus dilakukan oleh peserta tes dengan tujuan untuk mengukur suatu aspek tertentu dari peserta tes. Dalam kaitan dengan pembelajaran aspek tersebut adalah indikator pencapaian kompetensi. Istilah test diambil dari kata testum. Suatu pengertian dalam prancis kuno yang berarti piring untuk menyisihkan logam – logam mulia. Ada pula yang mengartikan sebagai sebuah piring yang terbuat dari tanah.
B.    Jenis – Jenis Test dan Cara Pengembangannya
1.    Pengembangan Tes Bentuk  Uraian (Essay Test)
Tes uraian adalah tes (seperangkat soal yang berupa tugas, pertanyaan) yang menuntut peserta didik untuk mengorganisasikan dan menyatakan jawabannya menurut kata - kata (kalimat sendiri).
Dilihat dari ruang lingkup, tes uraian dibedakan menjadi:
a.    Uraian Terbatas
Dalam menjawab soal bentuk uraian terbatas ini, peserta didik harus mengemukakan hal-hal tertentu sebagai batas-batasnya.
b.     Uraian bebas
Dalam bentuk ini peserta didik bebas untuk menjawab soal dengan cara dan sistematika sendiri. Peserta didik bebas mengemukakan pendapat sesuai dengan kemampuannya.
Dalam melakukan penilaian guru harus mempunyai pedoman penskoran diantaranya adalah:
a)    Bentuk Uraian Objektif (BUO)
Bentuk uraian seperti ini memiliki sehimpunan jawaban dengan rumus yang relatif lebih pasti sehingga dapat dilakukan penskoran secara objektif. Sekalipun pemeriksa berbeda, tetapi dapat menghasilkan skor yang relatif sama.
Adapun langkah-langkah pemberian skor soal bentuk uraian objektif adalah:
1.    Tuliskan semua kata kunci atau kemungkinan jawaban benar secara jelas untuk setiap soal.
2.    Setiap kata kunci yang dijawab benar diberi skor 1. Tidak ada skor setengah untuk jawaban yang kurang sempurna. Jawaban yang diberi skor 1 adalah jawaban yang sempurna. Jawaban yang lain adalah nilainya 0.
3.    Jika satu pertanyaan memiliki beberapa sub pertanyaan, perincian kata kunci dari jawaban soal tersebut menjadi beberapa kata kunci sub jawaban dan buatkan skornya.
4.      Jumlahkan skor dari semua kata kunci yang telah ditetapkan pada soal tersebut. Jumlah skor ini disebut dengan skor maksimum.
b)     Bentuk Uraian non Objektif (BUNO)
Bentuk soal seperti ini memiliki rumusan jawaban yang sama dengan rumusan jawaban uraian bebas, yaitu menuntut peserta didik untuk mengingat dan mengorganisasikan (menguraikan dan memadukan) gagasan-gagasan pribadi atau hal-hal yang telah dipelajarinya dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan gagasan tersebut dalam bentuk uraian tertulis sehingga dalam penskorannya sangat memungkinkan adanya unsur subjektivitas.
Adapun langkah-langkah pemberian skor  untuk soal bentuk uraian non objektif ini adalah sebagai berikut:
1.    Tulislah garis-garis besar jawaban sebagai kriteria jawaban untuk dijadikan pegangan dalam pemberian skor.
2.    Tetapkan rentang skor untuk setiap kriteria jawaban.
3.    Pemberian skor pada setiap jawaban bergantung pada kualitas jawaban yang diberikan oleh peserta didik.
4.    Jumlahklan skor-skor yang diperoleh dari setiap kriteria jawaban sebagai skor peserta didik.
5.    Periksalah soal untuk setiap nomor dari semua peserta didik sebelum pindah ke nomor soal yang lain.
6.    Jika setiap butir soal telah selesai diskor, hitunglah jumlah skor perolehan peserta didik untuk setiap soal.
7.    Jumlahkan semua nilai yang diperoleh dari semua soal. Jumlah nilai ini disebut nilai akhir dari suatu perangkat tes yang diberikan.
c)    Metode Pengoreksian soal Bentuk Uraian
Untuk mengoreksi soal bentuk uraian dapat dilakukan dengan tiga metode, yaitu;
1.    Metode pernomor
Disini guru mengoreksi hasil jawaban peserta didik untuk setiap nomor. Misalnya, guru mengoreksi nomor satu untuk seluruh peserta didik, kemudian nomor dua untuk seluruh peserta didik dan seterusnya.
2.    Metode per lembar
Disini guru mengoreksi setiap lembar jawaban peserta didik mulai dari nomor satu sampai dengan nomor terakhir.
3.    Metode bersilang
Guru mengoreksi jawaban peserta didik dengan jalan menukarkan hasil koreksi seorang korektor kepada korektor yang lain. Dengan kata lain, jika telah selesai dikoreksi oleh seorang korektor, lalu dikoreksi kembali oleh korektor yang lain.
Disamping metode - metode diatas, ada juga metode lain untuk mengoreksi jawaban soal bentuk uraian, yaitu;
a.    Analytical method
Yaitu suatu cara untuk mengoreksi jawaban peserta didik dan guru sudah menyiapkan sebuah model jawaban, kemudian dianalisis menjadi beberapa langkah atau unsur yang terpisah dan pada setiap langkah disediakan skor-skor tertentu.

b.    Sorting method
Yaitu metode memilih yang dipergunakan untuk memberi skor terhadap jawaban-jawaban yang tidak dibagi - bagi menjadi unsur-unsur. Jawaban - jawaban peserta didik harus dibaca secara keseluruhan.
d)    Analisis Soal Bentuk Uraian
Ada dua cara yang dapat dilakukan untuk menganalisis soal bentuk uraian. Pertama, secara rasional, yang dilakukan sebelum tes itu digunakan/diuji cobakan seperti menggunakan kartu telaah. Kedua,  secara empiris yaitu menganalisis hasi ujian atau hasil uji coba secara kuantitatif.
e)    Daya Pembeda Soal
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara peserta didik yang pandai (kurang/tidak menguasai materi). Logikanya adalah peserta didik yang pandai tentu akan lebih mampu menjawab dibandingkan dengan peserta didik yang kurang pandai.
f)    Tingkat Kesukaran Soal
Tingkat kesukaran soal adalah peluang untuk menjawab benar suatu soal pada tingkat kemampuan tertentu yang biasa dinyatakan dengan indeks.
Kelebihan tes uraian dibandingkan tes objektif antara lain:
1.    Untuk mengukur proses berfikir tingkat tinggi
2.    Untuk mengukur hasil belajar yang kompleks dan tidak dapat diukur dengan tes objektif
3.    Waktu yang digunakan untuk menulis soal lebih cepat
4.    Menulis tes uraian yang baik relatif lebih mudah dari pada menulis tes obyektif yang baik
Kelemahan tes uraian dibandingkan tes objektif antara lain:
1.    Terbatasnya sampel materi yang ditanyakan
2.    Sukar memeriksa jawaban siswa
3.     Hasil kemampuan siswa dapat terganggu oleh kemampuan menulis
4.     Hasil pemeriksaannya cenderung tidak tetap

Cara pengembangan tes uraian adalah sebagai berikut:
a)    Merumuskan tujuan tes
1.    Tes uraian dapat dibuat untuk bermacam-macam tujuan, seperti:
Pertama, tes yang bertujuan untuk mengadakan evaluasi belajar tahap akhir (EBTA) atau ujian lain yang sejenis dengan EBTA.
Kedua, tes yang bertujuan untuk mengadakan seleksi , misalnya untuk saringan masuk perguruan tinggi atau untuk penerimaan beasiswa untuk murid yang berbakat.
Ketiga, tes yang bertujuan untuk mendiagnosis kesulitan belajar murid, yang dikenal dengan tes diagnostic.
2.    Analisis Kurikulum atau Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP).
Analisis kurikulum bertujuan untuk menentukan bobot setiap pokok bahasan yang akan dijadikan dasar dalam menentukan item atau butir soal dalam membuat kisi-kisi soal.
3.    Analisis Buku Pelajaran dan Sumber dari Materi Belajar Lainnya
Analisis buku pelajaran digunakan untuk menentukan bobot setiap pokok bahasan berdasarkan jumlah halaman materi yang termuat dalam buku pelajaran atau sumber materi belajar lainnya.
4.    Mengidentifikasi materi - materi yang cocok untuk dibuat dengan soal uraian
Tes uraian biasanya dibuat dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan menganalisis yang dimiliki oleh siswa, atau menjelaskan prosedur, hubungan sebab-akibat, atau memberikan argumen-argumen yang relevan.
5.    Membuat kisi - kisi
Manfaat kisi - kisi adalah untuk menjamin sampel soal yang baik, dalam arti mencakup semua pokok bahasan secara proporsional.
6.    Penulisan soal disertai pembuatan kunci jawaban dan pedoman penskoran
Ada beberapa petunjuk dalam penulisan butir - butir soal seperti valid, dapat dikerjakan dengan kemampuan yang spesifik, dan berikan petunjuk pengerjaan soal secara lengkap dan jelas.
7.    Penelaahan kembali rumusan soal (oleh sendiri atau orang lain)
8.     Reproduksi tes terbatas
Tes yang sudah dibuat diperbanyak dalam jumlah yang cukup menurut jumlah sampel uji coba atau jumlah peserta.
9.    Uji Coba Tes
Sampel uji coba harus mempunyai karakteristik yang kurang lebih sama dengan karakteristik peserta tes yang sesungguhnya.
10.    Analisis hasil uji coba
Berdasarkan data hasil uji coba dilakukan analisis, terutama analisis butir soal yang meliputi validitas butir, tingkat kesukaran, dan fungsi pengecoh.
11.    Revisi soal
Apabila soal-soal yang valid belum memenuhi syarat berdasarkan hasil konfirmasi dengan kisi - kisi, dapat dilakukan perbaikan atau revisi soal.
12.    Merakit soal menjadi tes
Contoh Soal dan Pedoman Penskoran:
Indikator:  Siswa dapat menghitung isi bangun ruang (balok) dan mengubah satuan ukurannya.
Butir soal: Sebuah bak penampung air berbentuk balok berukuran panjang 150 cm, lebar 80 cm, dan tinggi 75 cm. Mampu menyimpan berapa literkah isi bak penampung air tersebut?


Alternatif kunci jawaban dan penskoran
Langkah    Kunci Jawaban    Skor
1.    Rumus isi balok= panjang x lebar x tinggi    1
2.    =150 x 80 x 75    1
3.    =900.000 cm3    1
4.    Isi balok dalam liter= 900.000/1.000    1
5.    = 900 liter    1
    Skor maksimum    5


2.    Pengembangan Tes Bentuk Objektif
Tes objektif sering juga disebut dengan tes dikotomi  karena jawabannya antara benar  atau salah dan skornya antara 1 atau 0. Disebut tes objektif karena penilaiannya akan sama karena kunci jawabannya sudah jelas dan pasti. Macam – macamnya yaitu;
a.    Benar Salah
Bentuk tes benar-salah (B-S) adalah pernyataan yang mengandung dua kemungkinan jawaban, yaitu benar atau salah. Peserta didik diminta untuk menentukan pilihannya mengenai pertanyaan-pertanyaan atau pernyataan-pernyataan dengan cara seperti yang diminta dalam petunjuk mengerjakan soal.
b.    Pilihan Ganda
Soal tes bentuk pilihan ganda dapat digunakan untuk mengukur hasil belajar yang lebih kompleks dan berkenaan dengan aspek ingatan, pengertian, aplikasi, analisis, sintesisi, dan evaluasi.
c.    Menjodohkan
Soal tes bentuk menjodohkan sebenarnya masih merupakan bentuk pilihan-pilihan ganda. Perbedaanya dengan bentuk pilihan ganda adalah pilihan ganda terdiri dari stem dan option, kemudian peserta didik tinggal memilih salah satu option yang dianggap paling tepat, sedangkan bentuk menjodohkan terdiri atas kumpulan soal dan kumpulan jawaban yang keduanya dikumpulkan pada dua kolom yang berbeda, yaitu kolom sebelah kiri menunjukan kumpulan persoalan, dan kolom sebelah kanan menunjukan kumpulan jawaban.

d.    Jawaban Singkat dan Melengkapi
Kedua bentuk tes ini masing-masing menghendaki jawaban dengan kalimat dan atau angka-angka yang hanya dapat dinilai benar atau salah. Soal tes bentuk jawaban singkat biasanya dikemukakan dalam bentuk pertanyaan. Dengan kata lain, soal tersebut berupa suatu kalimat bertanya yang dapat dijawab dengan singkat, berupa kata, frase, nama, tempat, nama tokoh, lambang, dan lain-lain.
3.    Pengembangan Tes Lisan
Tes lisan adalah tes yang menuntut jawaban dari peserta didik dalam bentuk lisan. Peserta didik akan mengucapkan jawaban dengan kata-katanya sendiri sesuai dengan pertanyaan atau perintah yang diberikan. Tes lisan  dapat berbentuk seperti berikut:
1.    Seorang guru menilai seorang peserta didik
2.    Seorang guru menilai sekelompok peserta didik
3.    Sekelompok guru menilai seorang peserta didik
4.    Sekelompok guru menilai sekelompok peserta didik.
4.    Pengembangan Tes Perbuatan
Tes perbuatan atau tes praktik adalah tes yang menuntut jawaban peserta didik dalam bentuk  perilaku, tindakan, atau perbuatan. Lebih jauh Stigins (1994) mengemukakan  “tes tindakan adalah suatu bentuk tes yang peserta didiknya diminta untuk melakukan kegiatan khusus dibawah pengawasan penguji yang akan mengobservasi penampilannya dan membuat keputusan tentang kualitas hasil belajar yang didemonstrasikan.
 Tes - tes semacam inilah  yang dimaksud dengan tes perbuatan atau tindakan. Tes tindakan sebagai suatu teknik evaluasi banyak digunakan hampir setiap mata pelajaran, seperti olahraga, teknologi informasi dan komunikasi, bahasa, kesenian, dan sebagainya. Tes tindakan dapat dilakukan secara kelompok dan individual. Secara kelompok berarti seorang guru menghadapi sekelompok peserta didik, sedangkan secara individual berarti seorang guru menghadapi seorang peserta didik. Tes tindakan sangat bermanfaat untuk mempelajari kemampuan atau perilaku peserta didik, karena secara objektif kesalahan - kesalahan yang dibuat oleh peserta didik dapat diamati dan diukur sehingga menjadi dasar pertimbangan untuk praktik selanjutnya.
Sebagaimana jenis tes yang lain, tes tindakan pun mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan dari tes tindakan adalah sebagai berikut:
1.    Satu - satunya teknik tes yang dapat digunakan untuk mengetahui hasil belajar dalam bidang keterampilan, seperti keterampilan menggunakan komputer, keterampilan menggambar dan sebagainya.
2.    Sangat baik digunakan untuk mencocokan antara pengetahuan teori dan keterampilan praktik, sehingga hasil penilaian menjadi lengkap.
3.    Dalam pelaksanaannya tidak memungkinkan peserta didik untuk menyontek.
4.    Guru dapat mengenal lebih dalam tentang karakteristik masing-masing peserta didik sebagai dasar tindakan lanjut hasil penilaian, seperti pembelajaran remidial.
Adapun kelemahan atau kekurangan dari tes tindakan ini adalah sebagai berikut:
1.    Memakan waktu yang lama.
2.      Dalam hal tertentu membutuhkan biaya yang besar.
3.    Cepat membosankan.
4.    Jika tes tindakan sudah menjadi sesuatu yang rutin, maka ia tidak mempunayi arti apa-apa lagi.
5.    Memerlukan syarat-syarat pendukung yang lengkap, baik waktu, tenaga, maupun biaya. Jika syarat - syarat tersebut tidak dipenuhi, maka hasil penilaian tidak dapat dipertanggung jawabkan dengan baik.
5.    Nontes
1.     Pengertian Nontes
Teknik penilaian nontes berarti melaksanakan penilaian dengan tidak menggunakan tes.


2.    Jenis-Jenis Nontes
a.    Observasi
Observasi merupakan suatu pengamatan langsung terhadap siswa dengan memperhatikan tingkah lakunya. Secara umum observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan (data) yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan.
Menurut cara dan tujuannya, obsevasi dapat dibedakan menjadi 3 macam:
1)    Partisipatif dan nonpartisipatif
2)    Observasi sistematis dan nonsistematis
3)    Observasi eksperimental
Cara pengembangan observasi:
1)    Merumuskan tujuan
2)    Merumuskan kegiatan
3)    Menyusun langkah-langkah
4)    Menyusun kisi-kisi
5)    Menyusun panduaan obsevasi
6)    Menyusun alat penilaian
Contoh observasi:
Guru mengamati cara anak melukis sudut 300.
b.    Wawancara (Interview)
Wawancara adalah suatu teknik penilaian yang dilakukan dengan cara percakapan (dialog) yang berisikan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan tujuan informasi yang hendak digali.


Wawancara dibedakan menjadi 2 macam:
1.    Wawancara bebas
2.    Wawancara terpimpin
Cara pengembangan wawancara:
1.    Perumusan tujuan yang ingin dicapai dari wawancara
2.    Perumusan kegiatan atau aspek-aspek yang dinilai
3.    Penyusunan kisi-kisi dan bentuk wawancara
4.    Penyusunan pedoman dan pertanyaan wawancara
5.    Lembaran penilaian
Contoh wawancara:
Guru menanyakan ke siswa :
“Bagaimana cara kamu menghitung volum dari gambar balok ini? “Mengapa kamu menggunakan cara tersebut?”
“Dari mana kamu mengetahui cara tersebut?”
c.    Angket (Questionaire)
Angket adalah daftar pertanyaan yang terbagi dalam beberapa kategori.
Ditinjau dari segi yang memberikan jawaban, angket dibedakan menjadi 2 macam:
1.    Angket langsung
2.    Angket tidak langsung
Ditinjau dari segi cara memberikan jawaban, angket dibedakan menjadi 2 macam:
1.    Angket tertutup
2.     Angket terbuka
Ditinjau dari strukturnya, angket dibedakan menjadi 2 macam:
1.    Angket terstruktur
2.    Angket tidak terstruktur


Cara pengembangan angket:
1.    Merumuskan tujuan
2.    Merumuskan kegiatan
3.    Menyusun langkah-langkah
4.    Menyusun kisi – kisi
5.    Menyusun panduan angket
6.    Menyusun alat penilaian
Contoh angket:
ANGKET MINAT SISWA
TERHADAP PEMBELAJARAN
Mata Pelajaran :…………………… Kelas/ Semester : …………………………
Hari/tanggal : ………………
Petunjuk
1.    Pada angket ini terdapat pernyataan. Pertimbangkan baik-baik setiap pernyataan dalam kaitannya dengan materi pembelajaran yang baru selesai kamu pelajari, dan tentukan kebenaranya.
2.    Berilah jawaban yang benar sesuai dengan pilihanmu.
3.    Pertimbangkan setiap pernyataan secara terpisah dan tentukan kebenarannya. Jawabanmu jangan dipengaruhi oleh jawaban terhadap pernyataan lain.
4.    Catat responmu pada lembar jawaban yang tersedia, dan ikuti petunjuk-petunjuk lain yang mungkin diberikan berkaitan dengan lembar jawaban. Terima kasih.
Keterangan Pilihan jawaban:
1. = sangat tidak setuju
2. = tidak setuju
3. = ragu-ragu
4. = setuju
5. = sangat setuju

PERNYATAAN
NO    Pertanyaan    Pilihan Jawaban
        1     2    3    4    5
1.    Guru benar-benar mengetahui bagaimana membuat kami menjadi antuasias terhadap materi pelajaran                   
d.    Pemeriksaan Dokumen (Documentary Analysis)
Pemeriksaan dokumen adalah evaluasi mengenai kemajuan siswa atau objek yang diteliti dengan cara melakukan pemeriksaan terhadap dokumen - dokumen, misalnya: riwayat hidup.
e.    Sosiometri
Sosiometri adalah suatu penilaian untuk menentukan pola pertalian dan kedudukan seseorang dalam suatu kelompok. Sosiometri merupakan alat yang tepat untuk menilai hubungan sosial dan tingkah laku sosial dari murid-murid dalam suatu kelas, yang meliputi struktur hubungan individu, susunan antar individu dan arah hubungan sosial.
Cara pengembangan sosiometri:
1.    Pemilihan teman
2.     Pembuatan tabel
3.    Pembuatan gambar/sosiogram
f.     Skala Bertingkat (Rating Scale)
Skala bertingkat menggambarkan suatu nilai dalam bentuk angka. Angka-angka diberikan secara bertingkat dari angka terendah sampai angka paling tinggi. Angka - angka tersebut kemudian dapat dipergunakan untuk melakukan perbandingan terhadap angka yang lain.
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari pembahasan makalah diatas, maka dapat kami simpulkan  bahwa; Istilah tes berasal dari bahasa Prancis, yaitu testum, berarti piring yang digunakan untuk  memilih logam mulia dari benda-benda lain, seperti pasir, tanah dan sebagainya. 
Cara pengembangan instrumen jenis tes uraian antara lain: merumuskan tujuan tes, analisis kurikulum atau Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP), analisis buku pelajaran dan sumber dari materi belajar lainnya, mengidentifikasi materi-materi yang cocok untuk dibuat dengan soal uraian, membuat kisi-kisi, penulisan soal disertai pembuatan kunci jawaban dan pedoman penskoran, penelaahan kembali rumusan soal (oleh sendiri atau orang lain), reproduksi tes terbatas, uji coba tes, analisis hasil uji coba, revisi soal, merakit soal menjadi tes.
Cara pengembangan instrumen jenis nontes antara lain: merumuskan tujuan, merumuskan kegiatan, menyusun langkah-langkah, menyusun kisi-kisi, menyusun panduan angket, menyusun alat penilaian.
B.    Saran
Dengan membaca makalah ini, kita diharapkan dapat memahami apa itu tes, dan mengetahui apa saja jenis - jenis test serta pengembangannya.









DAFTAR PUSTAKA


 Arikunto, S. (2012). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Ibnu Soim Pengembangan Instrumen 2 Htm
Http//:Instrumen%20evaluasi%20jenis%20tes.Htm
Http//:Pengembangan-Instrumen-Evaluasi-Jenis_15.Html
Http//:Pengembangan%20tes%20uraian%20dan%20non%20tes%20_%20p4mri%20stkip%20pgri%20sidoarjo.Htm